Selasa, 12 Juli 2016

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah: Mengikis ‘Tradisi’ Trisma



“Deg-degan..Takutnya bakal dimarahi atau diapain nanti sama guru atau senior..”
            Begitulah jawaban dari salah satu siswa baru di SMAN 3 Denpasar, Ni Putu Ayu Laksmi Subadra ketika ditanya mengenai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah  (MPLS) yang diadakan pada hari Senin, 11 Juli 2016. “Mungkin bakalan diajari disiplin yang ketat banget , seperti datang pagi-pagi sekali, bawa atribut macam-macam, “ begitulah kesan awal siswi lulusan SMPN 3 Denpasar yang akrab dipanggil Amik begitu mendengar kata MOS Trisma. “Ngebayanginnya sih serem gitu, tapi pastilah seru ketemu temen baru,” jawab salah satu siswi baru, I Dewa Ayu Putri Budiantari. Seperti inikah kesan para siswa baru mengenai masa orientasi di SMAN 3 Denpasar?
Tetapi kenyataannya, perkiraan siswa-siswa baru mengenai MOS SMAN 3 Denpasar sangat salah, dan ketakutan tak beralasan dalam benak mereka bisa ditepis jauh-jauh. Berbeda dari tahun lalu, melalui Peraturan Menteri (Permendikbud) Nomor 18 tahun 2016 Tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah, istilah MOS (Masa Orientasi Siswa) diubah menjadi MPLS dengan harapan akan mengubah perspektif masyarakat mengenai MOS yang biasanya diiringi dengan aksi perploncoan dari para senior. “Sekarang namanya MPLS yaitu Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, jadi pelaksanaannya oleh guru, bukan kakak kelas. Tugasnya sama seperti MOS dulu, tapi sekarang lebih banyak menulis,” jelas salah satu panitia guru, I Wayan Mertana. Terlepas dari berubahnya istilah serta system, Wayan Mertana menuturkan bahwa dari segi materi masih sama seperti orientasi siswa yang dilaksanakan dulu. “Untuk pelaksanaannya dari hari Senin sampai Rabu dilaksanakan di Sanur, hari Kamis kita melaksanakan kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) di sekolah, pada hari Jumat kita melaksanakan bakti social, dan terakhir hari Sabtu kita melaksanakan pendakian,” jelas Wayan Mertana selaku Wakasek Kesiswaan SMAN 3 Denpasar mengenai agenda MPLS yang dilaksanakan selama 6 hari. Namun, meski sudah melewati banyak pertimbangan, keefektifan dari MPLS ini masih belum valid. “Kita belum bisa memastikan karena perlu evaluasi dulu,” tambah Wayan Mertana.
Tidak hanya dari pihak siswa baru dan guru, namun siswa angkatan 39 yang kini sudah menjadi kakak kelas juga ikut mendukung perubahan yang dipelopori oleh Menteri Pendidikan Indonesia, Anies Baswedan mengenai pedoman pelaksanaan MOS. Bahkan salah satu siswa kelas XI MIPA 1, I Dewa Gede Agung Putra Narayana yang sempat terpilih menjadi Panmos (Panitia MOS) juga mengutarakan kesetujuannya mengenai perubahan MOS menjadi MPLS. “Bagiku selama apapun itu, asal mendidik dan ada hubungannya dengan adaptasi atau apalah yang seharusnya diterima adik kelas, aku setuju-setuju aja kok,” jelasnya singkat. Bahkan secara pribadi, siswa yang biasa disapa Narayana ini lebih memilih sistem MPLS karena tidak setuju yang dengan cara MOS yang dianggap sudah kuno. “MOS yang seperti dulu itu membentuk murid baru yang punya rasa balas dendam gitu, kesan awal mereka udah dipenuhi kebencian,” tambahnya dengan mantap. Tidak hanya seorang, Ni Wayan Ristia Dewi dari kelas XI MIPA 2 juga menyatakan pendapat yang sama ditambah dengan kekhawatiran yang beralasan. “Menurutku sih yang dulu itu senior junior-nya keras banget, kalo sekarang dengan MPLS pasti berkurang. Tapi bisa aja dengan MPLS ini adik kelas kurang berinteraksi sama kakak kelas sehingga lupa sama sopan santun yang sewajarnya,” jawabnya. (ama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar