“Deg-degan..Takutnya bakal dimarahi
atau diapain nanti sama guru atau senior..”
Begitulah jawaban dari salah satu
siswa baru di SMAN 3 Denpasar, Ni Putu Ayu Laksmi Subadra ketika ditanya mengenai
Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah
(MPLS) yang diadakan pada hari Senin, 11 Juli 2016. “Mungkin bakalan
diajari disiplin yang ketat banget , seperti datang pagi-pagi sekali, bawa
atribut macam-macam, “ begitulah kesan awal siswi lulusan SMPN 3 Denpasar yang
akrab dipanggil Amik begitu mendengar kata MOS Trisma. “Ngebayanginnya sih
serem gitu, tapi pastilah seru ketemu temen baru,” jawab salah satu siswi baru,
I Dewa Ayu Putri Budiantari. Seperti inikah kesan para siswa baru mengenai masa
orientasi di SMAN 3 Denpasar?
Tetapi
kenyataannya, perkiraan siswa-siswa baru mengenai MOS SMAN 3 Denpasar sangat
salah, dan ketakutan tak beralasan dalam benak mereka bisa ditepis jauh-jauh.
Berbeda dari tahun lalu, melalui Peraturan
Menteri (Permendikbud) Nomor 18 tahun 2016 Tentang Pengenalan Lingkungan
Sekolah, istilah MOS (Masa Orientasi Siswa) diubah menjadi MPLS dengan
harapan akan mengubah perspektif masyarakat mengenai MOS yang biasanya diiringi
dengan aksi perploncoan dari para senior. “Sekarang namanya MPLS yaitu Masa
Pengenalan Lingkungan Sekolah, jadi pelaksanaannya oleh guru, bukan kakak
kelas. Tugasnya sama seperti MOS dulu, tapi sekarang lebih banyak menulis,”
jelas salah satu panitia guru, I Wayan Mertana. Terlepas dari berubahnya
istilah serta system, Wayan Mertana menuturkan bahwa dari segi materi masih
sama seperti orientasi siswa yang dilaksanakan dulu. “Untuk pelaksanaannya dari
hari Senin sampai Rabu dilaksanakan di Sanur, hari Kamis kita melaksanakan
kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) di sekolah, pada hari Jumat kita
melaksanakan bakti social, dan terakhir hari Sabtu kita melaksanakan
pendakian,” jelas Wayan Mertana selaku Wakasek Kesiswaan SMAN 3 Denpasar
mengenai agenda MPLS yang dilaksanakan selama 6 hari. Namun, meski sudah
melewati banyak pertimbangan, keefektifan dari MPLS ini masih belum valid.
“Kita belum bisa memastikan karena perlu evaluasi dulu,” tambah Wayan Mertana.
Tidak
hanya dari pihak siswa baru dan guru, namun siswa angkatan 39 yang kini sudah
menjadi kakak kelas juga ikut mendukung perubahan yang dipelopori oleh Menteri
Pendidikan Indonesia, Anies Baswedan mengenai pedoman pelaksanaan MOS. Bahkan
salah satu siswa kelas XI MIPA 1, I Dewa Gede Agung Putra Narayana yang sempat
terpilih menjadi Panmos (Panitia MOS) juga mengutarakan kesetujuannya mengenai
perubahan MOS menjadi MPLS. “Bagiku selama apapun itu, asal mendidik dan ada
hubungannya dengan adaptasi atau apalah yang seharusnya diterima adik kelas,
aku setuju-setuju aja kok,” jelasnya singkat. Bahkan secara pribadi, siswa yang
biasa disapa Narayana ini lebih memilih sistem MPLS karena tidak setuju yang
dengan cara MOS yang dianggap sudah kuno. “MOS yang seperti dulu itu membentuk
murid baru yang punya rasa balas dendam gitu, kesan awal mereka udah dipenuhi
kebencian,” tambahnya dengan mantap. Tidak hanya seorang, Ni Wayan Ristia Dewi
dari kelas XI MIPA 2 juga menyatakan pendapat yang sama ditambah dengan
kekhawatiran yang beralasan. “Menurutku sih yang dulu itu senior junior-nya
keras banget, kalo sekarang dengan MPLS pasti berkurang. Tapi bisa aja dengan
MPLS ini adik kelas kurang berinteraksi sama kakak kelas sehingga lupa sama
sopan santun yang sewajarnya,” jawabnya. (ama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar