Minggu, 10 Juli 2016

Tentang Dia, Tentang Cinta

Bertahun-tahun mengamati,mengagumi, dan melihat lebih jauh. Berhari-hari mengenal lebih dalam, mengerti lebih banyak, aku berteman semakin baik dengannya. Ia tempatku berkeluh kesah. Ia pelitaku ketika hati dan pikiranku menjadi buta. Dialah Sang Pelipur Lara. Temanku, sahabatku, dan saudaraku. Dia mimpiku, segalanya. Rasa ini semakin kuat, semakin intens tiap harinya. Menggerogoti jiwa, melelahkan raga. Keinginan untuk memiliki dan dimiliki, untuk menjadi sesuatu yang lebih, yang pasti. Sosok tegap dan penuh wibawa itu memabukkan. Suara tenang itu menjadi pemuas batin. Senyumnya menjadi penawar rindu. Yang aku tahu pasti hanyalah kepalaku berisi wajahnya, bibirku hanya ingin mengucap namanya, hatiku seutuhnya berada di genggamannya. Diselimuti bayangannya, bayangan yang hangat, aman, damai, dimana aku belajar apa itu cinta.

Bagaikan gula yang dipanaskan terlalu lama, itulah kenyataan. Pahit. Harus aku terima, hadapi, dan pelajari. Dimana dia tak melihatku sebagaimana aku melihatnya. Dia tak mengharapkanku sebanyak aku menginginkannya. Dimana hatinya bukanlah milikku. Berkali-kali harus ku pasang senyum mendukung untuk dia, yang mengharapkan orang lain. Tidakkah ia tahu betapa menyakitkannya itu semua? Tidak bisakah kau lihat? Luapan perasaanmu yang ditujukkan kepada orang lain, sedangkan aku disini menunggu, menengadahkahkan tangan, hendak menampung segala tumpahan emosimu. Tapi tidak. Aku tenggelam dalam ombak hatimu yang menggulung-gulung. Ombak yang ditujukan kepada orang lain. Menyakitkan. Menyesakkan. Perlawananku untuk tarikan nafas melemah. Seperti keajaiban. Aku berhenti melawan. Aku mengikuti arusnya, ikut berenang. Mengarungi setiap sudut gelap hatimu. Tapi tetap, perjuanganku tak sanggup mengambil perhatianmu.

 Ingin aku berhenti. Berenang ke permukaan, menghirup udara baru nan segar.
 Membiarkan perasaan ini habis tergerus ombak.
 Ha.
 Seseorang boleh berkehendak, tetapi alam yang menentukan.
 Sekarang ku sadari
 Inikah yang namanya cinta?
 Ketika terlalu sedikit, maka ia menjadi candu.
 Terlalu banyak, maka ia menjadi racun.
 Bila begitu, ajalku sudah tentu.

11 komentar:

  1. Wow
    Ketika terlalu sedikit, maka ia menjadi candu.
    Terlalu banyak, maka ia menjadi racun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. cinta?
      entah apa yang bisa aku harapkan tentang itu😌☝️

      Hapus
  2. Teenagers sekali, pasti anda begitu berpengalaman.
    Btw Good post. G+

    BalasHapus
  3. Cie.... arma pengalam pribadi hihihi
    Semangat yo, udah mantap tulisannya (y)

    BalasHapus
  4. Cie.... arma pengalam pribadi hihihi
    Semangat yo, udah mantap tulisannya (y)

    BalasHapus